Saturday, April 30, 2011

UNDANG-UNDANG PERCERAIAN


Undang-undang yang mengatur kasus perceraian adalah UU no 1 thaun 1974:
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena :
a. kematian,
b. perceraian dan
c. atas keputusan Pengadilan.
Pasal 39
(1). Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
(3). Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 40
(1). Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2). Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan:
    1. UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan
Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail krn tidak membedakan cara perceraian agama Islam dan yg non-Islam) bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini
    1. Kompilasi Hukum Islam bagi pasangan nikah yg beragama Islam, maka dlm proses cerai peraturan yg digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam)
    2. PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74 mengatur detail tentang pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur detail tentang tatacara perceraian secara praktik
    3. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT) bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka kuasailah UU ini


KASUS POSISI :
  • H.Djohansyah bin Abd.Muthalib,nikah secara Agama Islam dengan wanita Bariroh binti H.Yasin pada 28 Maret 1980 dengan Kutipan Akta Nikah No.932/79/1980.
  • Dalam ikatan pernikahanini dilahirkan tiga orang anak ,seorang diantaranya telah meninggal dunia.Anak yang lain yaitu :

1.                  Sulfiasari binti H.Djohansyah (21 tahun)
2.                  Lailatul Musyaraf binti Djohansyah (20 tahun )
  • Selama puluhan tahun ,kehidupan suami istri diliputi kerukunan ,damai dan bahagia.
  • Pada tahun 1999 rumah tangga mereka mulai retak,karena suami istri Djohansyah dengan Bariroh sering bertengkar dengan berbagai macam alasan ,khususnya tentang masalah anak mereka ,Lailatul yang memperoleh perlakuan yang berlebihan dari ayahnya yang berakibat sering timbulnya kemarahan suami kepada istrinya dengan cara,memukul dan mengambil senapan angina yang ditujukan kepada istrinya,namun tidak sampai ditembakkan ,memecahkan barang barang dan lain lain.
  • Karena kejadian tersebut ,istri Bariroh bersama anaknya pergi meninggalkan  rumah kediaman bersama suaminya dan tinggal dikampung lain.
  • Berdasarkan kejadian tersebut, Bariroh mengajukan gugatan cerai dari suaminya  H.Djohansyah bin Abdul Muthalib di Pengadilan Agama Tarakan ,dan mohon diberi putusan sebagai berikut:

Primair :
-          Mengabulkan gugatan Penggugat.
-          Menyatakan perkawinan Penggugat Putus karena Perceraian .
-          Menetapkan beaya perkara menurut Hukum.
Subsidair:
Atau jika Pengadilan Agama berpendapat lain,mohon putusan        yang seadil adilnya.
PENGADILAN AGAMA :
  • Dalam persidangan di Pengadilan Agama Tarakan ,Majelis Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak suami istri,yang bersangketa tersebut ,dan usaha ini diwujudkan dalam bentuk diterbitkannya “putusan sela”tanggal 26 Agustus 1999 No.66/Pdt.G/1999/PA.TRK yang amarnya :
-                Sebelum memutus pokok perkara.
-                Menetapkan mengangkat Mahmudi bin H.Yasin dan Zaenal Arifin bin H.Yasin sebagai “HAKAM” dari pihak Penggugat sedangkan H.Zaenuddin Dalila bin Abdul Ghani dan Ali Asmuni bin Junaidi,sebagai “HAKAM” dari pihak Tergugat.
-                Memerintahkan kepada “Kedua HAKAM “ untuk melaporkan hasil kesepakatannya kepada Majelis Hakim Pengadilan  Agama pada sidang  yang ditentukan.
-                Menangguhkan beaya perkara ini sampai putusan Akhir.

  • Pada sidang berikutnya ,HAKAM pihak Tergugat ,Ali Asmuni bin Junaidi melaporkan ia tidak sempat bermusyawarah dengan HAKAM lain,tetapi ia telah bertemu dengan pihak Penggugat,dan tampaknya Penggugat masih sanggup untuk hidup bersama lagi  dengan suaminya ,Tergugat.Sebaliknya HAKAM dari pihak Tergugat H.Zaenuddin Dalila ,melaporkan bahwa ia sempat bermusyawarah dengan HAKAM  dari Penggugat,akan tetapi sulit utuk mengambil kesimpulan dan menyerahkan  halnya kepada  Pengadilan Agama.Demikian juga Mahmud bin H.Yasin dan Zainul Arifin bin  H.Yasin,HAKAM dari PEnggugat,melaporkan dengan kesimpulan  akhir bahwa rumah tangga  Penggugat  dan Tergugat  suda sulit untuk dapat dipertahankan lagi.
  • Pada sidang berikutnya,Majelis Hakim Pengadilan Agama yang memeriksa  dan mengadili  gugatan  perceraian ini dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pada pokoknya sebagai berikut:
  • Bahwa terhadap hasil laporan para HAKAM tersebut diatas ,Majelis  Hakim Pengadilan Agama menilai dapat menerima laporan para HAKAM tersebut.
  • Bahwa majelis Hakim Pengadilan Agama berkesimpulan bahwa dalam rumah tangga  Penggugat dan Tergugat  sudah sulit untuk diwujudkan  suasana keluarga yang sakinah,mawaddah dan warahmah ,sesuai denagn Firman Allah dalam Surat Ar-Rum ayat 21.
  • Keadaan  tersebut sesuai pula dengan pasal 30-31-33 UU No.7/1974.
  • Karena itu  Majelis Hakim Pengadilan Agama berpendapat bahwa rumah tangga sudah sulit  untuk dipertahankan lagi,maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan ,yaitu PErkawinan  Penggugat dengan Tergugat Putus Karena Perceraian.
  • Akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Agama memberikan putusan  yang amarnya sbb:
-          Mengadili:
-          Mengabulkan gugatan Penggugat.
-          Menetapkan Perkawinan Penggugat ,Bariroh bt. H .Yasin dengan Tergugat H.Djohansyah bin Abd.Muthalib,putus karena perceraian.
-          Membebankan beaya perkara Rp.96.500,-kepada Penggugat.

PENGADILAN TINGGI AGAMA :
  • Tergugat,Djohansyah bin Abdul Muthalib menolak putusan Hakim Pertama dari Pengadilan Agama tersebut diatas dan mengajukan pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi Agama  Samarinda dengan mengemukakan beberapa keberatan dalam memori bandingnya.
  • Majelis Hakim Banding Pengadilan Tinggi Agama Samarinda dalam Putusannya mempertimbangkan bahwa pertimbangan maupun Putusan dari Hakim Pertama Pengadilan Agama Tarakan  dinilai sudah benar dan tepat dalam mengadili  perkara tersebut,akan tetapi masih kurang benar dalam merumuskan amar putusannya ,sehingga masih harus diperbaiki sebagaimana pada amar dari putusan Pengadilan Tinggi Agama dibawah ini.
  • Berdasar atas alasan tersebut diatas,akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Samarinda memberi Putusan yang amarnya sbb:
  • Mengadili :
-          Mengabulkan gugatan Penggugat.
-          Menjatuhkan “talak satu ba’in “ dari Tergugat H.Djohansyah bin Abdul Muthalib terhadap penggugat,Bariroh binti H.Yasin.
-          Membebankan beaya perkara ini Rp.96.500,- kepada Penggugat.

MAHKAMAH AGUNG R.I :
  • Tergugat H.Djohansyah bin H.Abd. Muthalib,menolak  putusan Pengadilan Tinggi Agama tersebut diatas dan mengajukan pemeriksaan Kasasi engan mengemukakan beberapa keberatan dalam memori kasasinya.
  • Majelis Hakim Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara Kasasi ini,didalam putusannya  berpendirian bahwa Putusan Judex Facti-Pengadilan TinggiAgama dalam memutuskan dan mengadili perkara tersebut,dinilai kurang cukup pertimbangan hukumnya ,sehingga putusan Judex Facti –Pengadilan Tinggi Agama dan Pengadilan Agama harus dibatalkan dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan pertimbangan hukum yang intisarinya sebagai berikut :
  • Bahwa Pemohon Kasasi (Tergugat Asal) dan Termohon Kasasi KAsasi (Penggugat Asal) ternyata sejak menjelang Iedul Fitri 1426 H telah rukun kembali dan membina Rumah tangga kembali seperti semula,sesuai dengan pengakuan Termohon Kasasi ,yang tertuang dalam “Kontra Memori Kasasi “nya.Bahkan  termohon kasasi juga berkeinginan untuk tidak melanjutkan perceraiannya dalamgugatan di Pengadilan Agama ini.
  • Berdasarkan alasan Yuridis diatas ,akhirnya Mahkamah Agung memberi Putusan sebagai berikut :
  • Mengadli :
-          Mengabulkan permohonan Kasasi dari Pemohon H.Djohansyah bin H.Abd Muthalib.
-          Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Samarinda No.29/Pdt.G/PTA.SMD…..dst…….dst..,dan Putusan Pengadilan Agama Tarakan No.66/Pdt.G/1999/PA.TRK.

Mengadili sendiri :
   
-          Menolak gugatan penggugat.
-          Menghukum Pembanding membayar perkara….dst…..dst..
-          Menghukum Pemohon Kasasi membayar beaya perkara….dst…dst…

CATATAN :
  • Dalam rangka mendamaikan para pihak yang bersangketa ,Hakim menerbitkan “putusan sela” untuk mengangkat para HAKAM.
  • Amar putusan Pengadilan Agama dalam kasus gugat cerai dalam kasus  seperti diatas,”bukan” Menetapkan perkawinan Penggugat……dengan Tergugat…….,putus karena perceraian”,melainkan perumusannya adalah sebagai berikut:
  • “Menjatuhkan “Talak Satu Ba’in” Tergugat …(suami)….terhadap Penggugat…(istri).
  • Dalam Kontra Memori Kasasi ,pihak termohon kasasi (istri)mengemukakan bahwa, ia tidak ingin melanjutkan gugatan perceraianya terhadap suaminya (pemohon kasasi)dan berkeinginan untuk membina rumah tangga lagi seperti sedia kala,maka pernyataan istri sebagai Penggugat/Termohon kasasi tersebut,merupakan alasan hukum bagi Mahkamah Agung untuk menjatuhkan putusan kasasi dengan amar :”Menolak gugatan Penggugat”.
  • Demikianlah catatan atas kasus ini.

8 comments:

  1. mohon bantuan pnjelasannya...apabila saat sidang akhir perceraian saya selaku tergugat tdk dapat hadir,,,apakah hakim bisa memutuskan hasil persidangan "sah bercerai(ketok palu)"...

    ReplyDelete
  2. akan di panggil secara patut selama 3 kali, apabila klo sidang sebelumnya sudah diberitahukan oleh ketua majelis hakim pemeriksa perkara saudara, berarti dianggap sudah diketahui dan tetap di bacakan tanpa kehadiran saudara sebagai tergugat, waktu untuk saudara menyatakan banding adalah 14 hari, untuk megetahuinya saudara pergi ke pengadilan mencari panitera pengganti yang memegang berkas perkara saudara, sekian dan terima kasij, hormat saya Adolf gerrits

    ReplyDelete
  3. Bagaimana jika istri menolak untuk bercerai, sedangkan jika tetap di jalankan rumah tangga ini akan selalu menimbulkan pertengkaran dan dosa. Tetapi, istri menerima penceraian dengan syarat suami harus ganti rugi biaya yg di keluarkan istri slama hidup bersama sedangkan suami tdk punya pekerjaan. Apakah ada undang undang yg mengatur tentang ganti rugi tersebut ? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

    ReplyDelete
  4. Karena suami mengetahui tentang istrinya berselingkuh dgn lelaki lain,,lalu pergi meninggalkan suami dan anaknya,,berselang setahun tanpa adanya keputusan perceraian dari pengadilan,,istrinya pun menikah dengan lelaki selingkuhannya,,apakah pernikahan sah mnurut negara atau melanggar peraturan UU negara,,lalu langkah apakah yang tepat untuk sisuami menempuh jalan hukum,,tolong berilah jawaban yang sesuai uu negara kita ini,,terima kasih

    ReplyDelete
  5. Apakah bapak memiliki kasus perceraian sepihak?

    ReplyDelete
  6. Selamat pagi,saya mau bertanya saya mempunyaai adik kandung perempuan.yang mana secara agama dan uu negara perkawinan mereka sah. Bahkan di tambahkan dengan cara adat padang pariaman yang mana pihak perempuan membayar sejumlah uang kepada pihak laki2.
    Pernikahan berjalan 1thn. Di mana pihak laki2 tinggal di rumah orangtua saya dgn adik saya. Mereka hidup Tanpa ada masalah hingga akhir nya pihak orangtua laki2 meminjam sejumlah uang kepada adik saya atau menantu nya,setelah beberapa kali meminjam tanpa di kembalikan uang tersebut adik terakhir kali merasa keberatan untuk meminjam kan kembali dari sini awal adik saya di nilai tidak menghormati mertua nya dan mertua nya mendoktrin anak laki2 ya yg menjadi suami adik saya tidak sampai di situ anak perempuan nya dan saudara mulai melancarkan serangan kepada adik perempuan saya atau menantu nya.mereka membuat sandiwara adik saya telah mendzolimi keluarga mereka
    Dan sekarang suami adik perempuan saya sudah tinggal bersama orangtua nya dan kembali ke pacar lama nya dan meninggalkan adik saya begitu saja
    Padahal adik saya belum bercerai dan sekarang pisah ranjang tanpa ada pengadilan.
    Apakah kasus ini bisa saya tuntut dengan pasal penipuan?
    Terima kasih atas saran dan komentar..

    ReplyDelete
  7. Saya mau tanya. Setelah ada putusan hakim apakah hasil putusan tersebut harus diumumkan di surat kabar (kondisi putusan sepihak)? Berapa biayanya dan apakah ada undang2 yang mengaturnya? Tq

    ReplyDelete
  8. Istri saya mendapatkan interpensi dari keluarganya agar segera Pisah dengan saya sedangkan saya selama ini selalu bersikap biasa2 saja kepada istri saya dan tidak pernah melakukan kdrt dan kebetulan teman2 istri saya juga mendukung agar Kami segera bercerai sedangkan teman2nya istri sya tidak pernah mengetahui apa yang terjadi sebenarnya didalam rumah tangga Kami, apakah saya berhak mengajukan tuntutan hukum kepada teman2nya tersebut

    ReplyDelete